Balunijuk (2/5) - Fakultas Ilmu Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Bangka Belitung (FISIP UBB) bekerjasama dengan One Asia Foundation (OAF) menggelar pertemuan ke-12 dari 16 pertemuan International Class on Asian Community, pada hari Kamis, 2 Mei 2019, di Gedung Rektorat, Universitas Bangka Belitung.
Pada pertemuan ke-12 ini mengangkat tema "Japan and Indonesia: Mutual Relationship", dengan narasumber Dr. (Cand) Diani Risda, (Dosen Sastra Jepang Universitas Pendidikan Indonesia), serta Panggio Restu Wilujeng, M.Si (Dosen Sosiologi FISIP UBB) sebagai moderator.
Sebelum memulai perkuliahan, Herdiyanti, M.Si, Dosen Sosiologi FISIP UBB, menyampaikan welcome speech kepada seluruh peserta. Beliau mengungkapkan bahwa tema pada perkuliahan kali ini sangat menarik karena Indonesia sebagai negara berkembang sangat memerlukan hubungan dengan negara berkembang lainnya, seperti Jepang. "The relationship of cooperation is the foundation for us in developing a wider network to develop" ujarnya.
Dr. (Cand) Diani Risda, membuka pertemuan kali ini dengan pertanyaan, "Apa yang kita bayangkan saat berbicara tentang Jepang?" Tanya Diani. Sakura yang menjadi ikon Jepang pasti menjadi yang pertama dibayangkan ketika berbicara tentang Jepang, kemudian diikuti dengan Gunung Fuji, Geisha, Kimono, dan memiliki kota-kota dengan kesibukan tingkat tinggi.
Jepang sangat dikenal dengan kemajuan teknologinya, seperti yang baru saja ada di Jepang, Power Asist Robot, teknologi yang bisa membantu manusia khususnya lansia untuk mengangkat barang berat dengan cukup memakai lengan dari robot yang ditempel ke tangan manusia. Jepang dengan segala kehebatan teknologinya merupakan hasil dari belajar dari negara lain. Seperti contoh, anime yang sangat menarik perhatian dan minat masyarakat Indonesia, awalnya berasal dari Amerika dengan sebutan Animation, oleh Jepang dikembangkan menjadi suatu karya yang bisa dibanggakan dan terkenal.
Selain teknologi, Jepang juga dikenal dengan negara yang masih mempertahankan budaya lokalnya. Setiap menyambut tahun baru, mereka akan saling mengirimi surat melalui kantor dengan sekadar menanyakan kabar. Kemudian, dalam perbedaan nilai jual, segala sesuatu yang berasal dari Jepang sendiri akan lebih mahal. Contohnya hotel internasional berbintang akan lebih murah daripada hotel tradisional Jepang, karena mereka menjunjung tinggi nilai kearifan lokal.
Dibalik kemajuan Jepang terdapat permasalahan yang dihadapi, seperti keterbatasan sumber daya alam, sumber daya manusia, alam, dan ekonomi yang sudah mengalami stagnasi. Dilihat dari data perkembangan jumlah penduduk Jepang, pada tahun 1950-60'an mengalami baby boom atau banyaknya jumlah anak yang lahir dan sekarang diganti dengan lansia boom. Kebiasaan penduduk Jepang yang semuanya dengan perhitungan, membuat mereka enggan untuk menikah dan mempunyai seorang anak. Kondisi tersebut dikhawatirkan Jepang akan punah. Untuk menangani, Jepang telah berupaya dengan meningkatkan jumlah mahasiswa asing (+ 30.000) dan membuka kesempatan pekerjaan sebagai perawat.
Banyak yang bisa kita ambil nilai-nilai positif dari Jepang. Disiplin waktu menjadi salah satu nilai yang penting di Jepang. Tidak ada alasan untuk datang terlambat, jadwal kereta pun, jika telat satu menit saja akan ketinggalan. Diani mengatakan bahwa penduduk Jepang telah terbiasa dengan segala aturan di Jepang. "Semua itu dibentuk, awalnya dari keterpaksaan karena adanya aturan, tetapi lama kelamaan menjadi sebuah habit" ujar Diani. Penduduk dan pendatang pun ikut berperan dalam social control di Jepang, mereka akan saling menegur jika melakukan pelanggaran. Jepang juga mengajarkan hal paling dasar di dalam pendidikan, yaitu dengan mengucapkan Maaf dan Terimakasih.
Kegiatan perkuliahan ditutup dengan berbagai pertanyaan yang dilontarkan para peserta, kuiz dan pemberian doorprize.